Kerja Sama Sekolah dan Orang Tua dalam Pendidikan Anak: Perspektif Modern dan Teladan Salaf

ِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

Pendahuluan

Kerja sama antara sekolah dan orang tua tidak dapat dipandang sebatas formalitas administratif seperti pengisian dokumen atau menghadiri rapat tahunan. Relasi yang demikian cenderung bersifat sepihak dan kurang memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan anak. Sebaliknya, yang dibutuhkan adalah bentuk kemitraan sejati—yaitu hubungan yang bersifat kolaboratif, setara, dan saling melengkapi. Sekolah berperan sebagai pusat pendidikan formal yang memberikan landasan akademik, keterampilan sosial, serta pengalaman pembelajaran yang terstruktur. Sementara itu, orang tua memiliki peran fundamental sebagai pendidik utama di rumah, yang menanamkan nilai, moral, serta teladan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Epstein, 2018).

Konsep Kemitraan Pendidikan Modern

Kemitraan yang efektif memerlukan komunikasi terbuka dan berkelanjutan. Komunikasi bukan hanya sebatas penyampaian informasi satu arah dari sekolah kepada orang tua, tetapi juga mencakup dialog reflektif dan partisipatif. Melalui komunikasi yang sehat, orang tua dapat memahami visi dan misi sekolah, sementara sekolah memperoleh perspektif berharga mengenai kebutuhan, potensi, serta tantangan yang dihadapi anak di lingkungan keluarga (Hornby & Blackwell, 2018). Dengan demikian, tercipta keselarasan antara pembelajaran formal di sekolah dan pendidikan informal di rumah.

Selain komunikasi, keterlibatan aktif orang tua menjadi elemen penting. Keterlibatan ini dapat berupa partisipasi dalam kegiatan belajar anak di rumah, mendukung aktivitas sekolah, maupun terlibat dalam pengambilan keputusan terkait program pendidikan. Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua yang intensif berkontribusi positif terhadap prestasi akademik, motivasi belajar, serta pembentukan karakter anak (Goodall & Montgomery, 2014). Dengan kata lain, kolaborasi yang autentik memperkuat fondasi pendidikan yang berorientasi pada pencapaian jangka panjang.

Lebih jauh, konsistensi nilai antara sekolah dan orang tua menjadi faktor kunci dalam membentuk keutuhan proses pendidikan. Anak akan mengalami kebingungan apabila terdapat kontradiksi antara yang diajarkan di sekolah dan yang diterapkan di rumah. Oleh karena itu, penting bagi kedua pihak untuk menyepakati nilai-nilai fundamental, seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab, serta kepedulian sosial. Keselarasan ini memungkinkan tujuan pendidikan nasional—yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk karakter, serta mempersiapkan generasi yang berdaya saing sekaligus berakhlak mulia—dapat tercapai secara optimal (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).

Teladan Salaf dalam Pendidikan Anak

Konsep kerja sama pendidikan antara sekolah dan orang tua sejatinya memiliki pijakan kuat dalam tradisi Islam. Para ulama salaf menekankan pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak, di samping peran guru dan lembaga belajar. Ibn al-Qayyim (2003) menegaskan bahwa orang tua adalah pihak pertama yang bertanggung jawab atas pendidikan, sehingga kelalaian mereka akan meninggalkan dampak besar pada masa depan anak. Dalam karyanya Tuhfat al-Mawdud bi Ahkam al-Mawlud, ia menekankan bahwa pendidikan anak dimulai dari rumah melalui teladan, doa, serta pengawasan yang penuh kasih sayang.

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menjelaskan bahwa hati anak bagaikan tanah kosong yang dapat ditanami benih apa pun. Jika orang tua menanamkan nilai kebaikan, maka anak akan tumbuh dengan akhlak yang mulia; sebaliknya, jika dibiarkan tanpa pengarahan, maka anak akan mudah terpengaruh oleh keburukan (al-Ghazali, 2008). Prinsip ini sejalan dengan kebutuhan kolaborasi antara sekolah dan rumah dalam menjaga konsistensi pendidikan.

Teladan nyata juga dapat dilihat dari perhatian para sahabat terhadap pendidikan anak. Umar bin Khattab, misalnya, sangat menekankan pentingnya menanamkan disiplin dan kejujuran sejak dini. Beliau mengingatkan bahwa anak harus dipersiapkan untuk menghadapi zaman yang berbeda dengan zaman orang tuanya, sehingga pendidikan harus adaptif namun tetap berakar pada nilai-nilai kebenaran (Ibn Kathir, 2010). Pandangan ini relevan dengan konteks pendidikan modern, di mana sekolah dan orang tua dituntut bekerja sama menghadapi tantangan globalisasi dan digitalisasi.

Implementasi Praktis Teladan Salaf dalam Konteks Modern

Teladan para ulama dan sahabat salaf tentang pendidikan anak dapat diadaptasi ke dalam praktik nyata di sekolah dan rumah. Prinsip utama mereka adalah tarbiyah bil qudwah—pendidikan melalui keteladanan—yang tetap relevan hingga hari ini. Berikut beberapa implementasi yang dapat diterapkan:

  1. Doa dan Dukungan Spiritual sebagai Landasan Pendidikan

Ibn al-Qayyim menekankan bahwa doa orang tua untuk anak merupakan bagian penting dari pendidikan. Dalam konteks modern, sekolah dapat menginisiasi program parenting spiritual berupa pengajian rutin orang tua, yang sekaligus mengingatkan mereka untuk senantiasa mendoakan putra-putrinya.

  1. Konsistensi Nilai melalui Teladan Nyata

Imam al-Ghazali menegaskan bahwa anak meniru perilaku orang tua lebih cepat daripada sekadar mendengar nasihat. Sekolah dapat membentuk forum komunikasi orang tua untuk berbagi strategi mendidik dengan teladan, misalnya menjaga adab berbahasa, membiasakan kejujuran, atau konsistensi ibadah.

  1. Disiplin dan Tanggung Jawab sesuai Konteks Zaman

Umar ibn Khattab mengingatkan agar anak-anak dipersiapkan menghadapi zamannya, bukan zaman orang tuanya. Implementasinya kini adalah Parent-Teacher Collaboration Project, yaitu program di mana orang tua dilibatkan dalam pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), seperti karya digital, kewirausahaan kecil, atau penelitian sederhana.

  1. Lingkungan Belajar yang Terintegrasi antara Sekolah dan Rumah

Salaf menekankan pentingnya lingkungan yang kondusif. Praktiknya kini, sekolah bisa membuat Home-School Learning Agreement, yaitu kesepakatan tertulis antara sekolah dan orang tua mengenai jam belajar, pembatasan gawai, pola komunikasi, serta adab harian.

  1. Sinergi dalam Pembinaan Akhlak

Pendidikan akhlak adalah inti pendidikan Islam. Sekolah dapat mengadakan program Character Partnership, yaitu kolaborasi orang tua dan guru dalam membentuk kebiasaan baik tertentu (misalnya adab makan, adab berbicara, atau kepedulian sosial).

Penutup

Dengan mengadaptasi teladan salaf ke dalam praktik kolaborasi pendidikan modern, sekolah dan orang tua tidak hanya bekerja sama secara administratif, tetapi juga menghadirkan pendidikan yang utuh: mengintegrasikan doa, teladan, disiplin, relevansi zaman, serta pembinaan akhlak. Inilah bentuk kemitraan sejati yang mampu melahirkan generasi berilmu, berdaya saing, sekaligus berakhlak mulia. Wallaau a’lam

وَصَلَّى ٱللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Menjadi lembaga Islam unggul dalam pendidikan, sosial, dan dakwah untuk membangun SDM berkarakter Ahlussunnah wal Jamaah, bermoral, cerdas, berdaya saing, berpikiran global, dan adaptif terhadap perkembangan zaman

Kontak

2025. Yayasan Pesantren Muassasah Al-Hayaa. All rights reserved.